Kamis, 27 Juni 2013

PERPAJAKAN INTERNASIONAL



Tujuan Kebijakan Perpajakan Internasional
Untuk memajukan perdagangan antar negara, mendorong laju investasi di masing-masing negara, pemerintah berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan investasi tersebut. Salah satu upaya untuk meminimalkan beban tersebut adalah dengan melakukan penghindaraan pajak berganda internasional.
Teori
Apakah prinsip-prinsip yang harus dipahami dalam perpajakan internasional?
Doernberg (1989) menyebut 3 unsur netralitas yang harus dipenuhi dalam kebijakan perpajakan internasional:
      1.            Capital Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik): Kemanapun kita berinvestasi, beban pajak yang dibayar haruslah sama. Sehingga tidak ada bedanya bila kita berinvestasi di dalam atau luar negeri. Maka jangan sampai bila berinvestasi di luar negeri, beban pajaknya lebih besar karena menanggung pajak dari dua negara. Hal ini akan melandasi UU PPh Psl 24 yang mengatur kredit pajak luar negeri.
      2.            Capital Import Neutrality (Netralitas Pasar Internasional): Darimanapun investasi berasal, dikenakan pajak yang sama. Sehingga baik investor dari dalam negeri atau luar negeri akan dikenakan tarif pajak yang sama bila berinvestasi di suatu negara. Hal ini melandasi hak pemajakan yang sama denagn Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) terhadap permanent establishment (PE) atau Badan Uasah Tetap (BUT) yang dapat berupa cabang perusahaan ataupun kegiatan jasa yang melewati time-test dari peraturan yang berlaku.
      3.            National Neutrality: Setiap negara, mempunyai bagian pajak atas penghasilan yang sama. Sehingga bila ada pajak luar negeri yang tidak bisa dikreditkan boleh dikurangkan sebagai biaya pengurang laba.
Hasil atau Isi
Mengapa terjadi perpajakan berganda internasional?
Perpajakan berganda terjadi karena benturan antar klaim perpajakan. Hal ini karena adanya prinsip perpajakan global untuk wajib pajak dalam negeri (global principle) dimana penghasilan dari dalam luar negeri dan dalam negeri dikenakan pajak oleh negara residen (negara domisili wajib pajak). Selain itu, terdapat pemajakan teritorial (source principle) bagi wajib pajak luar negeri (WPLN) oleh negara sumber penghasilan dimana penghasilan yang bersumber dari negara tersebut dikenakan pajak oleh negara sumber. Hal ini membuat suatu penghasilan dikenakan pajak dua kali, pertama oleh negara residen lalu oleh negara sumber Misalnya: PT A punya cabang di Jepang. Penghasilan cabang di jepang dikenakan pajak oleh fiskus Jepang. Lalu di Indonesia penghasilan itu digabung dengan penghasilan dalam negeri lalu dikalikan tarif pajak UU domestik Indonesia.
Bentokran klaim lebih diperparah bila terjadi dual residen, dimana terdapat dua negara sama-sama mengklaim seorang subjek pajak sebagi wajib pajak dalam negerinya yang menyebabkan ia terkena pemajakan global dua kali. Misalnya: Mr. A bekerja di Indonesia lebih dari 183 hari namun setiap sabtu dan minggu ia pulang ke rumahnya di Singapura. Mr. A dianggap WPDN oleh Indonesia dan juga Singapura sehingga untuk wajib melapor dan membayar pajak untuk penghasilan globalnya pada Indonesia maupun Singapura.
Apa saja upaya untuk menghindari perpajakan berganda internasional?
      1.            Tax Treaty (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda/P3B): yaitu perjanjian antara 2 negara untuk menghindari pajak berganda untuk memajukan investasi antara 2 negara tersebut. Untuk active income, Biasanya negara sumber hanya berhak memajaki penghasilan dari cabang (BUT) dan penghasilan dari aset tak bergerak yang berhasil dari negara sumber tersebut. Bila ekspor-impor biasa tanpa BUT maka negara sumber tidak bisa memajaki. Penghasilan pegawai hanya boleh dipajaki bila melewati time-test atau dibayar oleh WPDN ataupun BUT. Untuk passive income seperti deviden, bunga dan royalti, kedua negara berhak memajaki namun terdapat pengurangan tarif.
      2.            Kredit Pajak Luar Negeri: Yaitu jumlah pajak yang dibayarkan di luar negeri dapat dijadikan pengurang pajak penghasilan secara keseluruhan. Di Indonesia diatur dalam UU PPh pasal 24. Dimana kredit pajak luar negeri hanya sebatas: Penghasilan LN/(Semua penghasilan LN dan DN) x PPh terutang untuk semua penghasilan
Apa saja masalah-masalah dalam perpajakan internasional?
      1.            Transfer Pricing: Kegiatan ini adalah mentransfer laba dari dalam negeri ke perusahaan dengan hubungan istimewa di negara lain yang tarif pajaknya lebih rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan membayar harga penjualan yang lebih rendah dari harga pasar, membiayakan biaya-biaya lebih besar daripada harga yang wajar, thin capitalization (memperbesar utang dengan beban bunga untuk mengurangi laba). Misalnya: tarif pajak di Indonesia 28%, di Singapura 25%. PT A punya anak perusahaan B Ltd di Singapura, maka laba di PT A dapat digeser ke B Ltd yang tarifnya lbh kecil dengan cara B LTd meminjamkan uang dengan bunga yang besar, sehingga laba PT A berkurang, memang pendapatan B Ltd bertambah namun tarif pajaknya lebih kecil. Hal bisa juga dilakukan dengan PT A menjual rugi (mark down) barang dan jasa (harga jual di bawah ongkos produksinya) ke B Ltd. Di Indonesia, transfer pricing dicegah dalam UU PPh pasal 18 dimana pihak fiskus berhak mengkoreksi harga transaksi, penghitungan utang sebagai modal dan DER (Debt Equity Ratio).
      2.            Treaty Shopping: Fasilitas di tax treaty justru bukannya menghindarkan pajak berganda namun malah memberi kesempatan bagi subjek pajak untuk tidak dikenakan pajak dimana-mana. Misalnya: Investasi SBI di bursa singapura dibebaskan pajak. Treaty Shopping diredam dengan ketentuan beneficial owner (penerima manfaat) dalam tax treaty (P3B) baik yang memakai model OECD maupun PBB sehingga tax treaty hanya berlaku bila penerima manfaat yang sebenarnya adalah residen di negara yang menandatangani tax treaty.
      3.            Tax Heaven Countries: Negara-negara yang memberikan keringanan pajak secara agresif seperti tarif pajak rendah, pengawasan pajak longgar telah membuat penerimaan pajak dari negara-negara berkembang merosot tajam. Negara tax heaven yang termasuk dalam KMK No.650/KMK04/1994 antara lain Argentina, Bahrain, Saudi Arabia, Mauritius, Hongkong, Caymand Island, dll. Saat ini negara tax heaven sedang dimusuhi dunia internasional, pengawasan tax avoidance (penghindaran pajak) di negara-negara tersebut sedang gencar-gencarnya. Berinvestasi di negara tax heaven beresiko besar terkena koreksi UU PPh Pasal 18. Lebih baik berinvestasi pada negara dengan tax treaty.

Analisis Hasil Jurnal
Perpajakan Internasional merupakan alat untuk mengetahui perbedaan pajak dalam negeri dan memajukan perdagangan antar negara, mendorong laju investasi di masing-masing negara, pemerintah berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan investasi tersebut. Ada beberapa prinsip-prinsip yang harus dipahami dalam Perpajakan Internasional menurut Doernberg (1989) menyebut 3 unsur netralitas yang harus dipenuhi dalam kebijakan perpajakan internasional yaitu Capital Export Neutrality (Netralitas Pasar Domestik), Capital Import Neutrality (Netralitas Pasar Internasional) dan National Neutrality.
Sumber:
Prof. Gunadi. 2007. Pajak Internasional. LPFEUI
http://natanedan.wordpress.com/2009/12/08/sekilas-tentang-pemajakan-internasional-oleh-nany-ariany/
http://adithpurnama04.blogspot.com/2012/04/normal-0-false-false-false.html

METTA NIRVANALI, http://banking.blog.gunadarma.ac.id/2012/06/06/bab-9-perpajakan-internasional-2/

MANAJEMEN RESIKO KEUANGAN PT. GUDANG GARAM



Risiko keuangan
Untuk menghindari risiko gejolak nilai tukar valuta asing, Gudang Garam mempertahankan kebijakan untuk melakukan pendanaan dalam Rupiah. Risiko nilai tukar valuta asing terjadi dari waktu ke waktu, khususnya saat dilakukan pembelian peralatan dan bahan baku dari luar negeri. Dampak dari risiko nilai tukar valuta asing relatif kecil jika dibandingkan dengan skala keuangan perusahaan secara keseluruhan.
Kebutuhan pendanaan terutama adalah untuk modal kerja, yang dipenuhi oleh fasilitas pinjaman jangka pendek dari sejumlah bank lokal dan asing. Adapun perusahaan menghadapi risiko pergerakan suku bunga di pasar karena suku bunga ditetapkan pada tanggal penarikan dan perpanjangan pinjaman tersebut.

Risiko Pasokan
Perusahaan memiliki level persediaan yang memadai untuk memperkecil dampak yang mungkin timbul akibat naik-turunnya ketersediaan bahan baku di pasar. Karenanya, pengadaan bahan baku setiap tahun dilakukan dengan mempertimbangkan kualitas, kuantitas, harga, dan tingkat persediaan perusahaan.

Risiko piutang
Piutang perusahaan pada umumnya berjangka kurang dari sebulan dan tersebar di sejumlah pelanggan yang ada di mata rantai distribusi. Manajemen percaya bahwa semua piutang yang ada pada tanggal laporan keuangan dapat tertagih.

Perubahan peraturan dan risiko terkait
Perusahaan menyadari adanya pengetatan dalam periklanan rokok yang dampaknya akan dirasakan oleh semua produsen. Kami dengan tegas mendukung penjualan rokok secara bertanggung jawab dan tidak membenarkan penjualan rokok kepada orang yang belum dewasa. Kami percaya pembenahan yang kami lakukan di bidang distribusi dan pemasaran akan mendukung penjualan secara efektif dan memastikan produk kami selalu tersedia bagi konsumen dan layak untuk dikonsumsi.
Kami juga terus memantau situasi dan perkembangan seputar rancangan peraturan pemerintah tentang pengamanan penggunaan produk tembakau. Pemantauan juga dilakukan terhadap perubahan ketentuan cukai pada industri rokok, yang dapat berpengaruh pada operasional dan pemasaran produk rokok secara luas. Dampak dari risiko ini tidak hanya relevan untuk Gudang Garam melainkan juga bagi industri rokok secara keseluruhan.
OPINI:
Tujuan utama manajemen resiko keuangan adalah untuk meminimalkan potensi kerugian yang timbul dari perubahan tak terduga dalam harga mata uang, kredit, komoditas dan ekuitas. Resiko volatilitas harga yang dihadapi ini dikenal sebagai resiko pasar. Resiko ini terdapat dalam berbagai bentuk. Meskipun fokus terhadap volatilitas harga atau tingkat, akuntan perlu mewaspadai dan mempertimbangkan resiko lainnya yang mungkin akan dihadapi, antara lain: resiko likuiditas, diskontinuitas, resiko kredit, resiko regulasi, resiko pajak dan resiko akuntansi.
Pertumbuhan jasa manajemen  resiko yang semakin pesat menunjukan bahwa manajemen terbukti dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan cara mengendalikan resiko itu sendiri.
Dari uraian PT. Gudang Garam sudah sesuai dengan standar yang ada. Terlihat peranan akuntansi memainkan peranan penting dalam resiko manajemen. Selain menjalankan tugas utama mereka, mereka juga membantu dalam mengidentifikasi ekspor pasar, mengkuantifikasi keseimbangan yang terkait dengan strategi respon resiko alternatif, mengukur potensi yang kelak dihadapi perusahaan tersebut dan mencatat produk lindung nilai tertentu.
Sedangkan dalam resiko pemasok yang dilakukan oleh PT. Gudang Garam telah memberikan manfaat untuk mengidentifikasi berbagai jenis resiko market yang disebut pemetaan resiko.

ORGANISASI PERUSAHAAN SEBAGAI WEALTH MULTIPLYING INSTITUTION


Lingkungan bisnis kompetitif menuntut semua perusahaan yang memasuki lingkungan tersebut memiliki kekuatan lebih untuk bersaing. Agar dapat dipilih oleh cutomer, produk dan jasa perusahaan harus memiliki keunggulan dibandingkan produk lain yang dihasilkan oleh pesaing.
Keunggulan tidak akan bertahan lama karena pesaing akan mencari berbagai cara untuk menghasilkan value terbaik bagi customer. Oleh karena itu, untuk bertahan dan tumbuh dilingkungan bisnis yang kompetitif perusahaan dituntut untuk secara berkelanjutan menemukan kembali keunggulan daya saingnya.
SSPM itu sendiri memiliki dua komponen yaitu struktur sistem dan proses sistem. Struktur sistem terdiri dari struktur organisasi, jejaring informasi dan sistem penghargaan. Sedangkan proses sistem terdiri dari enam tahap yaitu: perumusan strategi, perencanaan strategik, penyusunan program, penyusunan anggaran, pengimplementasian dan pemantauan.
SSPM juga didesain dan diimplementasikan dengan menggunakan dua macam pendekatan:
1.      Contingency approach
Merupakan suatu pendekatan yang menggunakan kondisi lingkungan bisnis yang diterapi suatu sistem sebagai landasan untuk mendesain sistem tersebut. Pendesainan sistem berawal dari penentuan karakteristik lingkungan bisnis yang akan dimasuki oleh perusahaan. Lingkungan bisnis merupakan teritorial yang untuk menjelajahinya memerlukan peta. Pendesainan ini diarahkan untuk menghasilkan organisasi yang sesuai untuk memasuki era tehnologi informasi.
2.      Human capital leverage approach
Teori ini mengajarkan bahwa dalam lingkungan bisnis kompetitif, sumber daya yang mampu menjadikan perusahaan unggul dalam persaingan adalah modal manusia yaitu pengetahuan yang dimilikinya.

Kamis, 20 Juni 2013

PELAPORAN KEUANGAN DAN PERUBAHAN HARGA (TRANSLASI MATA UANG ASING)



Dibawah ini contoh permodelan metode translasi mata uang asing terhadap laporan keuangan pada anak perusahaan di Meksiko:
Dalam peso meksiko P1 = $0,13
Apabila peso mengalami depresiasi menjadi P1 = $0,10
Maka akan banyak kemungkinan yang akan terjadi. Berdasarkan pengamatan menunjukan bahwa metode translasi berbeda memberikan hasil akuntansi yang berbeda pula. Jika menggunakan metode kurs kini maka hasil yang diperoleh adalah kerugian sebesar $450 dan keuntungan sebesar $350 bila menggunakan metode moneter (non moneter).
Perbedaaan  ini cukup signifikan !!
Lalu bagaimana kita dapat menentukan model translasi mata uang asing yang baik?
Keadaan yang mendasari translasi mata uang asing sangat berbeda. Translasi dari mata uang yang stabil ke mata uang yang tidak stabil tidaklah sama dari mata uang yang tidak stabil ke mata uang yang stabil.
Translasi dilakukan dengan tujuan berbeda. Melakukan translais akun-akun anak perusahaan luar negeri dalam rangka konsolidasi akun-akun dengan perusahaan induk tidaklah sama dengan translasi perusahaan yang independent dengan maksud memenuhi kepentingan luar negeri.
Ada 3 pertanyann yang harus diperhatikan:
1.      Apakah menggunakan lebih dari 1 metode translasi diperbolehkan?
2.      Jika iya, metode mana yang dapat digunakan?
3.      Apa ada situasi dimana translasi tidak boleh dipergunakan?
Sejauh ini istilah kurs nilai tukar yang sering digunakan adalah metode kurs histori dan metode kini. Sedangkan kurs rata-rata digunakan dalam laporan L/R untuk pos beban.
Ada beberapa lternatif yang disarankan:
1.      Kurs pembayar deviden
2.      Kurs pasar bebas
3.      Kurs penalti
Kurs pasar bebas lebih disukai dengan pengecualian apabila terdapat kontrol nilai tukar yang khusus yaitu apabila beberapa jenis dana secara pasti dialokasikan untuk transaksi tertentu dengan kurs nilai tukar valuta asing yang berlaku. Maka kurs tersebut yang harus digunakan.


TRANSLASI MATA UANG ASING DI INDONESIA




A.    Pengaruh alternatif Kurs Translasi Terhadap Laporan Keuangan
Dalam melakukan translasi saldo dalam mata uang asing menjadi mata uang domestik digunakan 3 nilai tukar antara lain:
a.       Kurs kini
b.      Kurs histori
c.       Kurs rata-rata
Ada perbedaan antara keuntungan dan kerugian translasi serta keuntungan dan kerugian transaksiyaitu keduangan merupakan keuntungan dan kerugian akibat nilai tukar.
Keuntungan dan kerugian dari transaksi timbul ketika nilai tukar yang digunakan untuk mencatat transaksi pada awalnya berbeda dengan nilai tukar yang digunakan pada saat penyesuaian. Selain itu dapat disebabkan karena laporan keuangan disusun sebelum transaksi tersebut diselesaikan.
Perbedaan kurs nilai tukar yang timbul pada tanggal berbeda menyebabkan berbagai jenis penyesuaian nilai tukar.
Suatu transaksi yang sudah direalisasikan menimbulkan keuntungan dan kerugian yang nyata. Keuntungan dan kerugian tersebut harus secepatnya tercermin dalam laba. Kurs nilai tukar yang berfluktuasi menyebabkan timbulnya beberapa isu utama dalam akuntansi untuk translasi mata uang asing, antara lain:
1.      Kurs nilai tukar manakah yang harusnya digunakan untuk mentralasikan saldo dalam mata uang asing ke dalam mata uang domestik?
2.      Aktiva dan kewajiban dalam mata uang asing manakah yang beresiko terhadap perubahan nilai tukar?
3.      Bagaimana sebaiknya keuntungan dan kerugian translasi harus dicatat?
Translasi mata uang asing terjadi pada suatu perusahaan memberi atau menjual barang dengan pembayaran yang dilakukan dalam mata uang asing atau ketika perusahaan meminjamkan atau meminjam uang dalam mata uang asing.
Menurut PSAK 10, transaksi dalam mata uang asing sebagai berikut:
Pengakuan awal
26. Transaksi dalam mata uang asing dibukukan dengan menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi.

Pelaporan Pada Tanggal Neraca Berikutnya
27. Pada setiap tanggal neraca:
a.       pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tanggal neraca :
b.      pos non-moneter tidak boleh dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal neraca tetapi tetap harus dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal transaksi; dan
c.       pos non-moneter yang dinilai dengan nilai wajar dalam mata uang asing harus dilaporkan dengan menggunakan kurs yang berlaku pada saat nilai tersebut ditentukan

Pengakuan Selisih Kurs
28. Kecuali untuk hal-hal yang diatur dalam paragraf 31 dan 32, selisih penjabaran pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing pada tanggal neraca dan laba rugi kurs yang timbul dari transaksi dalam mata uang asing dikreditkan atau dibebankan pada laporan laba rugi periode berjalan.



Transaksi Valuta Berjangka

29
a.         Salah satu transaksi valuta berjangka SWAP adalah transaksi pertukaran dua valuta asing melalui pembelian tunai dengan penjualan kembali secara berjangka atau penjualan tunai dengan pembelian kembali secara berjangka. Pada hakikatnya transaksi tersebut dilakukan untuk lebih mendapatkan kepastian tentang kurs penjabaran yang bersifat tetap selama dalam kontrak sehingga pembuat transaksi terhindar dari kerugian akibat perubahan kurs. Dalam transaksi SWAP pembuat transaksi umumnya memperhitungkan premi yang ditetapkan terlebih dahulu.
b.        Perlakuan akuntansi transaksi valuta berjangka yang dilakukan untuk tujuan hedging hutang adalah sebagai berikut:
1)      Selisih kurs tunai (spot rate) dan kurs masa depan (forward rate) dicatat sebagai diskonto atau premi yang harus diamortisasi sesuai dengan jangka waktu kontrak valuta berjangka .
2)      Setiap akhir periode harus dihitung selisih kurs untuk hutang dalam mata uang asing (yang diproteksi melalui hedging), forward receivable dan forward payable dalam mata uang asing. Selisih kurs yang timbul sebagai akibat perbedaan antara kurs tanggal neraca dengan kurs tunai pada saat terjadinya transaksi diakui sebagai keuntungan atau kerugian kurs periode berjalan.
3)      Dalam neraca, forward receivable atau forward payable, dan diskonto atau premi yang belum diamortisasi yang timbul dari kontrak valuta berjangka yang berhubungan harus dijadikan satu di bagian aktiva atau kewajiban, tergantung pada posisi neto dari seluruh pos tersebut.




Investasi Neto dalam suatu Entitas Asing

30. Selisih kurs yang timbul pada suatu pos moneter yang dalam substansinya membentuk bagian investasi neto perusahaan dalam suatu entitas asing harus diklasifikasikan sebagai ekuitas dalam laporan keuangan perusahaan hingga saat pelepasan (disposal) investasi neto dan pada saat tersebut harus diakui sebagai pendapatan atau beban (lihat PSAK No.11 tentang Penjabaran Laporan Keuangan dalam Mata Uang Asing).
31. Selisih kurs yang timbul dari kewajiban valuta asing yang diperhitungkan sebagai suatu hedging dari investasi neto perusahaan dalam suatu entitas asing harus diklasifikasikan sebagai ekuitas dalam laporan keuangan perusahaan hingga pelepasan {disposal) investasi neto, dan pada saat tersebut harus diakui sebagai pendapatan atau sebagai beban (lihat PSAK No. 11 tentang Penjabaran Laporan Keuangan dalam Mata Uang Asing).

Perlakuan Alternatif yang Diijinkan

32. Selisih kurs dapat disebabkan karena suatu devaluasi atau depresiasi luar biasa suatu mata uang di mana tidak mungkin dilakukan hedging dan menimbulkan kewajiban yang tak terselesaikan akibat perolehan aktiva yang harus dibayar dalam suatu mata uang asing. Selisih kurs tersebut dapat dimasukkan sebagai nilai tercatat (carrying amount) aktiva yang bersangkutan dengan pengertian nilai tercatat yang disesuaikan tersebut tidak melampaui jumlah terendah antara biaya pengganti (replacement cost) dan jumlah yang mungkin diperoleh kembali (amount recoverable) dari penjualan atau penggunaan aktiva tersebut Alternatif yang dipilih harus diungkapkan secukupnya.



Pengungkapan

33. Perusahaan harus mengungkapkan:
                                            a.            jumlah selisih kurs yang diperhitungkan dalam laba neto atau kerugian untuk periode tersebut;
                                            b.            selisih kurs neto yang diklasifikasikan dalam kelompok ekuitas sebagai suatu unsur yang terpisah, dan rekonsiliasi selisih kurs tersebut pada awal dan akhir periode; dan
                                            c.            jumlah selisih kurs yang timbul selama periode, yang termasuk dalam nilai tercatat suatu aktiva sesuai dengan perlakuan alternatif yang diijinkan dalam paragraf 32.

Sumber: