Siapa yang tak butuh bank di zaman modern sekarang ini? Hampir dalam semua kegiatan kita sehari-hari, kita memerlukan keterlibatan atau jasa perbankan seperti menabung, menstransfer, meminjam uang dst. Dan memang bank lah institusi andalan masyarakat di segala penjuru dunia dalam urusan menghimpun dana dan menyalurkannya ke masyarakat.
Bank yang kita kenal dewasa ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari bank yang telah mulai ada sejak zaman kerajaan di daratan Eropa dan kemudian oleh para pedagang diperkenalkan ke wilayah asia Barat. Sedangkan bank yang berkembang di Asia, Afrika dan Amerika merupakan bankk yang di bangun oleh bangsa Eropa yang kala itu melakukan penjajahan di Asia, Afrika dan benua Amerika. Untuk Indonesia sudah tentu penjajah Belanda tak dapat kita hapus peranannya dalam sejarah awal masuknya perbankan di Nusantara.
Seiring waktu, kegiatan bank pun berkembang mulai dari penukaran uang, tempat penitipan uang, dan tempat peminjaman uang dan beragam jasa bank lainnya yang mengikuti perkembangan zaman. Begitulah, sejak zaman dulu kala, bank melingkupi kehidupan masyarakat.
Sayang seribu sayang semua bank itu menjalankan fungsi mereka dengan menggunakan sistem ribawi yang amat tegas di haramkan dalam Islam. Bahkan sesungguhnya, agama lain seperti yahudi dan Nasrani juga mengharamkan segala macam bentuk ribawi.
Keprihatinan atas merajalelanya sistem riba yang juga terbukti berkali-kali menjadi biang terjadinya krisis ekonomi global (tahun 1923, 1930, 1940, 1970, 1980, 1990, dan 1997-2001, hingga terjadi di akhir 2008 dan awal 2009 ini) kemudian menggelitik kaum cendikiawan Islam untuk membangun sistem perbankan yang menggunakan prinsip-prinsip Al-Quran dan As-Sunnah dan bebas dari praktek riba.
HALAL PADA AWALNYA
Pada zaman Rasulullah fungsi bank sudah jalan. Pada masa itu, orang-orang mempercayakan dananya untuk disimpan atau ditempatkan pada Raasulullah. Bahkan tak hanya seorang muslim, orang kafir pun yang tidak percaya kepada Allah dan kerasullan Muhammad juga menempatkan dananya pada nabi. Inilah salah satu sebab beliau dikenal sebagai Al-Amin (orang yang dapat dipercaya).
Selain Rasulullah para sahabat juga sudah banyak yang melakukan mudharabah (kerja sama), musyawarah (kemitraan) dan wakalah (transfer atau penitipan uang dari Mekah ke Syam ). Jadi meski secara institusi belum berdiri, secara fungsional bank sudah ada pada saat itu yaitu dilakukan secara sendiri-sendiri oleh Rasulullah dan para sahabat.
Nah ketika kekhalifahan Islam berhasil di rongrong dan diruntuhkan oleh kekuasaannya melalui gabungan gerakan misionaris, orientalis, dan berbagai gerakan intelegen (oleh Inggris, Perancis dan para sekutu) fungsi bank ini kemudian dibuat institusinya. Sebuah bank didirikan di Roma, Italia yang tentu saja tidak menggunakan prinsip syariah melainkan prinsip kapitalis. Penyimpanan dikasih bunga, peminjam dikenai bunga.
Al-Quran dan Hadis jelas menyebut ketika ada tambahan yang di persyaratkan maka itu riba dan itu haram. Pada saat itu belum ada fatwa yang mengharamkan haramnya institusi bank konvensional. Umat muslim masih diperbolehkan mendatangi bank konvensional dengan alasan darurat atau sementara. Namun produk bank (yaitu bunga) memang sudah jelas haram sejak awal. Ingat juga di bank konvensional pun ada transaksi yang bebas riba, misalnya transfer, jasa penitipan di safe deposit box dll. Ada juga orang yang menyimpan dana di bank tapi tanpa mengambil bunganya. Ia hanya mengambil pokoknya saja, karena mengganggap bank sebagai media simpanan belaka.
Jadi jelas, memang pada awalnya institusi bank konvensional di Indonesia adalah halal, karena faktor darurat semata. Namun status kehalalannya itu kemudian segera berubah, yaitu sejak berdirinya bank syariah. Sebab dengan berdirinya bank syariah maka gugurlah alasan darurat yang tadinya menjadi dasar membolehkannya umat Islam menempatkan dananya di bank konvensional.
(to be continue)
** sumber : Abu Muhammad Dwiono Koesen Al-Jambi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar